Sejarah Organisasi
Sehubungan dengan maraknya masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia, maka Pemerintah telah mengambil keputusan untuk membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS-HAM) melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1993. Keputusan tersebut menyatakan bahwa Pemerintah mulai memberikan perhatian yang lebih serius pada persoalan Hak Asasi Manusia. Komitmen ini lebih lanjut diwujudkan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjadi acuan utama pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia serta dibentuknya Kantor Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia dalam Kabinet Persatuan Nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 355/M Tahun 1999.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 134 Tahun 1999, Kantor Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : perumusan kebijakan, koordinasi, peningkatan peran serta masyarakat dan pelaporan dan evaluasi. Keputusan Presiden tersebut merupakan dasar arahan dalam upaya terhadap peningkatan Hak Asasi Manusia dan kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia Nomor : KEP. 08/Meneg-HAM/I/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Staf Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia.
sejarah munculnya organisasi,contoh organisasi serta sejarahnya
Organisasi mungkin telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, karena ruang lingkup organisasi yang sangat luas, secara tidak sadar semua manusia sejak lahir sudah ikut dalam organisasi, suatu organisasi dapat menjadi fokus sentral kehidupan seseorang atau ia mungkin hanya merupakan pelayannya untuk sementara waktu. Sebuah organisasi mungkin dapat besifat kaku, “dingin”, tanpa kepribadian, atau kadang-kadang dapat menghasilkan hubungan-hubungan luwes dan bermakna bagi para anggotanya.
Untuk sejarah sendiri belum di ketahui secara pasti kapan terbentuknya organisasi, sutau organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an, dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan.
Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi. Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne. Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi.
Perang Dunia II menghasilkan pergeseran lebih lanjut dari bidang ini, ketika penemuan logistik besar-besaran dan penelitian operasi menyebabkan munculnya minat yang baru terhadap sistem dan pendekatan rasionalistik terhadap studi organisasi.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bidang ini sangat dipengaruhi oleh psikologi sosial dan tekanan dalam studi akademiknya dipusatkan pada penelitian kuantitatif.
Sejak tahun 1980-an, penjelasan-penjelasan budaya tentang organisasi dan perubahan menjadi bagian yang penting dari studi ini. Metode-metode kualitatif dalam studi ini menjadi makin diterima, dengan memanfaatkan pendekatan-pendekatan dari antropologi, psikologi dan sosiologi.
Untuk sejarah sendiri belum di ketahui secara pasti kapan terbentuknya organisasi, sutau organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an, dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan.
Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi. Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne. Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi.
Perang Dunia II menghasilkan pergeseran lebih lanjut dari bidang ini, ketika penemuan logistik besar-besaran dan penelitian operasi menyebabkan munculnya minat yang baru terhadap sistem dan pendekatan rasionalistik terhadap studi organisasi.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bidang ini sangat dipengaruhi oleh psikologi sosial dan tekanan dalam studi akademiknya dipusatkan pada penelitian kuantitatif.
Sejak tahun 1980-an, penjelasan-penjelasan budaya tentang organisasi dan perubahan menjadi bagian yang penting dari studi ini. Metode-metode kualitatif dalam studi ini menjadi makin diterima, dengan memanfaatkan pendekatan-pendekatan dari antropologi, psikologi dan sosiologi.
PENYEBARAN ORGANISASI KOPERASI MODERN
PENYEBARAN ORGANISASI KOPERASI MODERN
Organisasi koperasi terdapat hampir di semua negara industri dan negara berkembang. Pada mulanya organisasi tersebut tumbuh di negara – negara industri Eropa Barat, namun kemudian setelah adanya kolonialisme di beberapa negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, koperasi juga tumbuh di negara – negara jajahan.
Koperasi modern didirikan pada akhir abad ke – 18 terutama sebagai jawaban atas masalah – masalah sosial uang timbul selama tahap awal revolusi. Perubahan – perubahan uang berlangsung saat itu terutama disebabkan pelh perkembangan ekonomi pasar dan penciptaan berbagai persayaratan pokok dalam ruang lingkup dimana berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan pertanian uang cepat. Perubahan ini membawa dampak terhadap berbagai kalangan masyarakat, ada yang diuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan.
Prinsip – prinsip koperasi Rochdale, adalah :
· Keanggotaan yang bersifat terbuka ( open membership and voluntary )
· Pengawasan secara demokratis ( democratic control )
· Bunga yang terbatas atas modal ( limited interest of capital )
· Pembagian SHU yang sesuai dengan harga jasa anggota ( proportional distribution of surplus )
· Penjualan dilakukan sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara tunai ( trading in cash )
· Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama, dan politik ( political, racial, religious netrality )
· Barang – barang yang di jual harus merupakan barang – barang yang asli, tidak rusak, atau palsu ( adulted goods forbiden to sell )
· Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan ( promotion of education )
Prinsip – prinsip tersebut ternyata menjadi petunjuk yang berguna bagi pembentukan koperasi konsumen yang hidup dalam keadaan serupa.
Di Jerman, Herman Schulze-Delitzsch ( 1808 – 1883 ) adalah orang pertama yang berhasil mengembangkan sebuah organisasi koperasi bagi perintisan dan pengembangan secara bertahap pada organisasi koperasi kredit perkotaan. Ia menekankan agar prinsip menolong diri sendiri ( self help ), prinsip pengurus/mengelola.
Konsepsi Schulze – Delitzsch kemudian diekmbangkan oleh Raiffesien yang mencoba mengembangakan koperasi kredit di Jerman.
Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada UU No. 25 Tahun 1992, prinsip koperasi dinyatakan sebagai berikut :
· Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela
· Pengelolaan dilakukan secara demokratis
· Pembagain sisa hasilm usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota
· Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
· Kemandirian
· Pendidikan perkoperasian
· Kerjasama antarkoperasi
Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan ICA adalah :
· Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela ( voluntary and open membership )
· Pengelolaan secara demokratis ( democratic member control )
· Partisipasi anggota dalam ekonomi ( member economic particioation )
· Kebebasan dan otonomi ( autonomy and independence )
· Mengembangkan pendidikan, pelatihan dan infromasi (education, training, and infromation)
· Kerjasama antarkoperasi ( cooperative among cooperatives )
· Bekerja untuk kepentingan komunitas ( concern of community )
Pada dasawarsa pembangunan koperasi ( 1970 – 1980 ) pemikiran – pemikiran kritis dan kontroversial mengenai koperasi dan upaya – upaya mengonsolidasi, mereorganisasi dan meningkatkan pembangunan koperasi pedeasaan serta menyusun strategi yang diterapkan untuk mendorong perkembangannya. Kritik – kritik tersebut adalah : ( Hanel, 1989 ).
Ø Dampak terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan sumbangan dalam mengatasi kemiskinan dan dalam mnegubah struktur kekuasaan sosial politik setemoat bagi kepentingan golongan masyarakat yang miskin.
Ø Jasa – jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi sering kali dinilai tidak efisien dan tidak mengarah pada kebutuhan anggotanya, bahkan sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petani besar yang telah maju dan kelompok – kelompok tertentu.
Ø Tingkat efisiensi perusahaan – perusahaan koperasi rendah ( manajemen tidak mampu , terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme, dan lain – lain )
KEBUTUHAN AKAN KONSEP TEORETIS DALAM ANALISIS KOPERASI
Salah satu cara untuk memecahkan masalah yang ada dan mengurangi kritik – kritik yang tajam disekitar koperasi adalah dengan mencoba mempelajari esensi koperasi yang sebenarnya yang membedakannya dengan organisasi lain yang bukan koperasi. Dengan mengetahui esensi koperasi yang sebenarnya akan diketahui atau akan dapat ditetapkan berbagai kebijaksanaan yang tidak meyimpang dari konsep yang sebenarmya.
Mengingat tujuan utama seseorang menjadi anggota koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraannya ( dalam arti ekonomi identik dengan pendapatan ) maka kendatipun motif anggota tidak hanya motif ekonomi ( ada motif nonekonomi ), motif menjadi sorotan yang penting dari esensi keberadaan anggota pada koperasi. Maka tidaklah heran jika banyak ahli koperasi, birokrat dan wirausahaan koperasi mencoba mengembangkan koperasi dari sisi ekonominya.
Filsuf Jerman, Emmanuel Kant, telah menyatakn “ tidak ada praktik yang berhasil baik tanpa teori yang baik “, hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya teori yang baik akan dapat menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi dalam realtis, kemudian meramalkan peristiwa – peristiwa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, dan mengontrol suatu persitiwa agar suatu strategi yang diharapakan dapat terjadi.
Disamping itu, perlu disadari bahwa fatka menunjukkan organisasi – organisasi koperasi hanya mencakup suatu bagian dari semua kegiatan ekonomi, dan koperasi akan dapat hidup hanyalah dalam kondisi – kondisi yang sangat khusus.
Kelebihan – kelebihan yang mungkin dimiliki oleh koperasi tidak boleh dipandang sebagai sesuatau yang terpisah dari efisiensi ekonomi organisasi – organisasi lainnya. Hal ini berarti perusahaan – perusahaan konvensional dan organisasi – organisasi lainnya punya kesempatan yang sama untuk bersaing dengan koperasi. Keefisienan suatu organisasi harus diperbandingkan dengan keefisienan organisasi tipe lain dalam situasi nyata yang sama agar dapat ditemukan organisasi mana lebih efisien. Sebagai contoh, untuk meningkatkan skala usaha seringkali koperaso diberi kemudahan – kemudahan dan hak monopoli oleh pemerintah dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyingkirkan para pesaingnya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar